SatusatuenMagz

Menulis Mengabarkan

Film Lawas yang Menyadarkan

Film I Not StupidBarusan bongkar-bongkar isi Drive yang khusus buat film. Sebenernya bukan maniak film, tapi karena bosen, aku putusin nonton film aja dari pada melototin desktop. Bukan film bokep, bukan juga film hero. Yang aku tonton film drama. Judulnya menarik. I Not Stupid. Film lama yang ternyata menarik sekali untuk dilihat dan direnungi. Banyak pelajaran yang di ketengahkan dalam film besutan Jack Neo tersebut.  Film ini merupakan film buatan Singapura yang bercerita tentang tiga anak yang berasal dari kelas EM3. Kelas EM3 merupakan kelas yang anaknya diremehkan karena dianggap tidak cerdas. Disebabkan Matematika dan Bahasa Inggris dijadikan standar bagi kecerdasan siswa disana. Kalo di Indonesia, “Nilai” adalah standar kecerdasan seseorang, maka jangan heran kalo kita sering denger berita tentang siswa yang beli bocoran soal-soal UAN. Berita itu hampir pasti ada setiap menjelang Ujian Nasional. Karena sedari kecil kita di doktrin bahwa nilai 10 adalah Pintar dan 0 (nol) adalah bodoh.

Banyak adegan yang sesungguhnya menampar kita sangat telak. Ketika Kok Pin di marahi Ibunya karena tidak menguasai Matematika, tidak pernah belajar karena hanya menggambar saja dan dipukuli karena kesalahan yang sebenarnya tidak dia perbuat. Bukankah adegan itu kita banget. Memarahi karena nilai anjlok tanpa menanyakan sebabnya,memarahi karena si anak tidak belajar dan hanya menggambar, menjadikan nilai sebagai standar kecerdasan. Hal itu mengingatkan saya pada diri saya dulu. Dan saya ulangi kepada adik-adik saya setelahnya. Pelajaran kecil untuk semuanya : Kita memberi apa yang orang tua kita beri kepada generasi kita sesudahnya. Kita di teriaki “dasar bodoh!!” maka kita pun akan berteriak kalimat yang sama kepada anak kita nanti.

Ada dialog yang menarik ketika Kok Pin akan disuntik. Dia diberitahu bahwa sakitnya hanya seperti digigit semut, Kok Pin menjawab “Aku telah bertahan dari luka yang lebih sakit dari pada itu” sambil menunjukkan bekas pukulan Ibunya. Teman-teman narablog tahu hal ini mengingatkan pada apa? Pada anak-anak yang mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga yang pasti berpikir “halah,kalo cuma lu tonjok,gua ga takut. Gw dah biasa di gebuk bokap pake pentungan”. Kalimat tadi bukan karangan saya, melainkan kalimat yang pernah saya dengar sewaktu berangkat kerja sebagai  karyawan pabrik di Jakarta dulu. Kekerasan hanya akan menanamkan kebencian dan membuat hati menjadi batu.

Ada juga peran Terry Khoo di film itu. Yang kaya, dimanjakan, gemuk, dan bersaudara perempuan yang membenci otoritas. Tidak mampu membuat kopi ataupun menyiapkan roti selainya sendiri, semua dilakukan oleh pembantu, karena Ibunya menyuruhnya duduk dan diam, dan biarkan pembantu yang bekerja. Hal ini membuat ia tidak mandiri. Semua perkataan orang dewasa dianggapnya benar, karena Ibunya mengatakan bahwa apa yang orang tua lakukan adalah demi kebaikannya. Namun di mata anak perempuannya, hal itu memuakkan. Karena tidak ada ruang untuk anak berekspresi. Bahkan untuk mengoles selai di rotinya sendiri pun tidak diperkenankan.

Anak ketiga,Boon Hock. Ia anak pandai, dirinya telah mengurus toko, melayani pelanggan, mengurus adik-adik sementara ibunya bekerja dan melakukan pekerjaan rumah. Kepandaiannya yang menjadi kunci pelarian dirinya dan Terry di sarang penculik. Dan tak diduga, Penculiknya berhasil di identifikasi berkat bakat seni menggambar dari Kok Pin.

Ingin tahu kelanjutanya? Silahkan simak Filmnya.

One comment on “Film Lawas yang Menyadarkan

  1. Pingback: Menjaring Ide / Inspirasi « Be Happy Brother

Tinggalkan Pesan ya Sist/Bro (Leave a comment Please)

Information

This entry was posted on November 23, 2011 by in Cerita and tagged , .

Suka pake ini. Kamu?

download chrome

Me


Hai, Selamat datang dan selamat membaca. Tolong tinggalkan jejak disini.
Please, write a comment. Thanks visitin' this blog

Komunitas

Komunitas Blogger Jogja

Follow me on Twitter